Di jalan dimana jangkrik tidak pernah berhenti berbunyi, aku
merjalan di samping saudaraku dengan senang hati. Anak-anak berlari disekitarku
ketika bermain dengan semangat walau di bawah matahari terik.
Aku tidak bisa seperti anak-anak kecil itu; aku meninggalkan
semangat measa kecilku disekolah dasar. Setelah seluruh kepalaku terisi penuh
dengan pelajaran dari bimbingan belajar di musim panas, yang paling ingin
kulakukan sekarang hanyalah pulang kerumah sesegera mungkin. Ketika aku melihat
kearah langit dengan lelah. Aku melihat langit yang luas menyebar melalui celah
diantara pepohonan.
Meski berpikir kalau langit biru itu terlihat damai,
akhir-akhir ini terjadi kasus pembunuhan di daerah sekitar sini. Pelakunya
masih belum tertangkap sekarang, dan orang-orang masih tetap membicarakan
tentang itu, cukup untuk mencapai telinga kakekku di desa dengan hanya beberapa
saluran.
Aku melihat kembali kearah bel keamanan yang diberikan oleh
kakek di hari lainnya, yang mana telah di desain ulang dengan suara auman, di
tanganku.
“Hari ini, ibu mungkin pulang terlambat. Apa yang ingin kau
buat untuk makan malam? Onii-chan, apakah ada sesuatu yang kau makan?”
“Hmm, untuk dimaka? Apakah sebaiknya kita membeli sesuatu di
toko swalayan?” dia balik bertanya dengan tersenyum. Kakak laki-lakiku yang
membanggakan, yang mana telah berada di tahun ketiga sekolah menengah pertama
dan berencana memasuki sekolah elit nomor satu di prefektur, selalu terlihat
keren. Rambut hitam lurusnya sangatlah halus, matanya indah, dan dia terlihat
seperti pangeran di buku dongeng.
Aku ingin menikah dengan kakakku di masa depan. Lebih
tepatnya, aku hanya ingin menikahi
kakakku. Itulah seberapa cintaku pada kakakku. Itulah kenapa aku ingin
belajar dengan keras dari sekarang agar aku bisa masuk ke sekolah yang sama
dengan kakakku tahun depan!
“Sekarang, ayo memasak! Ayo makan kari!”
Aku menggandeng tangan kakakku lalu berjalan beriringan
dengannya di jalan berpaping di sebelah
kolam besar. Itu berada di dekat rumah kami.
“Ingin minum air? Kau berkeringat, kau akan terkena sengatan
panas, Mai.”
“Aku baik~ Aku baik~”
Kakakku memberikanku handuk saat aku melihat ke arah kolam.
Saat aku masih duduk di sekolah dasar, dia akan mengelap wajahku. Tapi sekarang
aku hanya menerima handuknya dengan mengucapkan “Terima kasih” dan mengelap
wajahku sendiri.
“Ini masih tetap panas, bukankah begitu?”
“Ah, apakah kau mau membeli es krim? Apakah kita akan
mengambil jalan memutar? Apakah kau mau memakan es krim, Onii-chan?”
Aku menunjuk kearah kota. Pohon yang tampak seperti akan
menggapai langit masuk ke pemandanganku. Ini adalah tempat yang bagus untuk
menangkap serangga, dan ketika aku masih duduk di sekolah dasar, aku suka
menangkap serangga disini dan memberikannya pada kakakku sebagai hadiah.
Kakakku sangat menyukai mahluk hidup dan mengumpulkannya.
Saat aku mengingat kenangan lama itu, aku menyadari sesuatu yang merekflesikan
cahaya.
“Oh, itu laba-laba.”
Terdapat sebuah jaring laba-laba yang berada lumayan tinggi
di atasku. Itu terlihat seperti benangnya berkilau. Seekor laba-laba besar
berada di tengah sarangnya sedang meludahkan benangnya ketika membalikkan
badannya. Sarang itu berayun-ayun .tertiup angin yang berhembus dan
merefleksikan cahaya berkilau yang sangat indah. Ketika aku melihatnya, seekor
kupu-kuu cantik terbang entah dari mana.
Kupu-kupu dengan sayap bercorak merah, kuning, dan hitam
yang setipis origami, terjebak di sarang dan mencoba untuk terbang pergi.
Ketika sayapnya menyentuh sarang laba-laba, gerakannya menjadi
lebih cepat. Setiap kali sayapnya berkedip, benang semakin menjeratnya dan
melambatkan perherakannya. Pada akhirnya kupu-kupu itu telah sepenuhnya
terjebak.
“Ah, kupu-kupunya...”
Laba-labanya datang mendekat kearah kupu-kupu. Dia
merentangkan kaki panjangnya keatas dan kebawah untuk menahan sayap kuu-kupu.
Jika seperti ini, kupu-kupu itu akan dimakan oleh laba-laba.
“Hey, itu...”
Ketika aku melihat kearah wajah kakaku, aku tidak bisa
mengeluarkan suaraku. Jantungku berdetak dengan kencang, dan aku merasa
seakan-akan waktu telah berhenti. Aku bahkan tidak bisa mendengar sedikitpun
suara jangkrik yang memuakkan.
Kakakku hanya melihat kearah sarang. Dia tidak terlihat
tertarik sama sekali. Ketika aku menatap matanya, dia tampak seperti
mengatakan, ‘Bukankah itu bagus’.
Gelap gulita, mata segelap langit malam yang terlihat
menyerah pada apapun. Saat aku melihat lebih dekat, untuk beberapa saat, wajah
kakakku terganti dengan wajah seorang karakter manga, yang diselimuti darah.
Aku mengambil langkah kebelakang. Suara dari jangkrik telah
menghilang, sebagai gantinya aku mendengar teriakan banyak orang, dan
lembaran-lembaran gambar memenuhi kepalaku.
Koridor sekolah yang bewarna merah, sebuah pisau dapue yang
bersinar di bawah cahaya rembulan, dan kakaku yang tertawa pelan di tengahnya.
Matanya hampa dan tak ada cahaya sedikitpun di dalamnya.
Seorang gadis dengan piyama membalik halaman dari sebuah manga
yang menggambarkan adegan semacam itu. Dia melanjutkan membaca manga dengan
penasaran. Pada halaman selanjutnya, kakakku membicarakan tentang membunuh
dengan bersemangat. Ketika gadis itu membalik halamannya lagi, kakakku di
gambarkan di dua halaman yang mempelihatkan dia sedang berlari kedepan.
Di halaman selanjutnya, banyak sekali darah yang mengalir
keluar dar dadanya seperti air mancur. Akhirnya, dia menutup matanya dalam diam
di koridor yang gelap gulita. Gadis berpiyama yang membaca manga itu
menggumamkan “ehhh...” dan menurunkan bahunya.
Gambar-gambar itu berputar di dalam kepalaku.
“Mai?”
Kakakku mengguncangkan bahuku dan pikiranku kembali. Kakak
laki-laki yang berada di hadapanku sama sekali tidak di selimuti darah sama
sekali, dan ini taman, bukan sekolah. Yang barusan, apakah itu mimpi...? apa
itu tadi.
“Tak apa. Aku baik-baik saja...”
Aku harus menenangkan diriku. Aku melihat keatas untuk
menatap wajah kakakku dan-------- aku tidak bisa berkata-kata.
Ah.
Ini buruk.
Kakaku yang tercinta adalah Kurobe-kun itu... tidak... Sang
pembunuh super psikopat, Kurobe Makoto.
* * * *
“Mai, apakah kau sudah sadar?”
Ketika aku membuka mataku dalam keterkejutan, kakakku
memasuki ruang pandangku. Aku bertanya-tanya kenapa aku tertidur di kamarku...
aku yakin aku berada di taman sebelumnya...
“Onii-chan...”
“Aku tadi khawatir. Kau tiba-tiba pingsan di taman. Aku akan
menghubungi ibu.”
Kakakku berdiri. Dia melihat ke arah wajahku dan
memberitahuku untuk “istirahatlah” dengan tersenyum. Seakan kami sudah selalu
bersama, aku balik tersenyum dan melihatnya pergi.
Setelah menunggu pintu tertutup dengan rapat dan langkah
kaki kakakku menghilang, mulutku terbuka secara reflek. Sebelum aku
menyadarinya, tanganku gemetaran, dan nafasku mulai menjadi berat. Itu bukanlah
gejala sengatan panas. Aku sepenuhnya merupakan perasaan horror. Benar-benar horror.
“Dia benar-benar Kurobe Makoto...”
Untuk mengucapkannya dalam kata-kata, aku tidak bisa
menghadapi kenyataan di hadapanku dan menggenggam bahuku. Adegan yang kulihat
tadi... Itu adalah diriku di kehidupan sebelumnya. Karena aku ingat kalau aku
telah meninggal saat aku duduk di bangku SMA.
Sejak aku masih
kecil, aku sangatlah lemah dan rawan terkena penyakit. Kesenangan yang bisa
kutemukan di rumah sakit hanyalah dengan membaca manga.
‘Goodbye Heaven, Good Morning Hell’ adalah manga yang
memberiku suport emosional. Aku berkata kepada diriku sendiri kalau aku tidak
akan mati hingga aku membaca chapter terakhirnya.
Umumnya dikenal sebagai ‘Sayo Jigoku’ atau ‘Good-Hell’. Ceritanya
mengisahkan tentang beberapa murid sekolah tahun pertama di kelas tertentu yang
terjebak di sekolah yang jaringan internetnya terputus dari tanggal 29 hingga
31 juli dan terlibat dengan permainan maut yang diadakan oleh penyelenggara
yang misterius.
Mereka harus menyelesaikan tugas, satu demi satu, seperti
memecahkan teka-teki dan berburu harta karun misteri. Jika mereka tidak bisa
menyelesaikan tugasnya, mereka akan mati...
Terlebih lagi, untuk menyeimbangkan berbagai macam kemampuan
individu seperti kemampuan akademik dan atletik, mereka di sarankan untuk
mengalahkan satu sama lain. Jika kau menyelesaikan tugas, kau akan diberi pisau
dapur dan pistol plastik modifikasi, jadi kau bisa secara bertahap mengurangi
jumlah peserta.
Strategi yang mereka gunakan adalah untuk ‘membuat semua
orang berkumpul di satu kelas dengan tenang dan menunggu bantuan datang’, pada
awalnya, mereka semua berkumpul di sekolah untuk melakukan uji keberanian,
dengan tujuan tersembunyi untuk mempererat hubungan satu sama lain.
Tapi situasinya berubah kearah yang tak terduga. Seakan-akan
untuk menghancurkan rencana polos mereka, mayat dari Kurobe-kun, ketua kelas
yang menghilang saat pertemuan di pagi hari sebelum pemberian tugas, ditemukan.
Mayat itu tampak seperti boneka yang telah disobek
menggunakan gunting. Seperti tumpukan baju yang tumpuk lalu di masukan ke dalam
mesin cuci dan di putar terus-menerus selama 20 jam. Ketika para murid panik,
penyelenggara misterius itu menyiarkan suara yang berkata, “Ada seseorang di
kelas ini yang membunuh ketua kelas. Terdapat pembunuh di kelas ini yang
berusaha membunuh semua orang.”
Seorang mayat tiba-tiba muncul di area yang tertutup.
Terlebih lagi itu adalah mayat dari seorang rekan. Ermainan di mulai dengan
semua murid jatu kedalam rasa saling mencurigai. Secara alami, setiap satu
chapter, seseorang akan mati. Di dalam keadaan mengerikan semacam itu, para
pembaca akan menyemangati karakter faforit mereka dan bersabar untuk menunggu
serialisasi mingguannya.
Sejauh itu berjalan, terdapat seorang karakter utama, Tanaka
Hiroshi, dan heroin, Himegasaki. Taoi meskipun mereka khawatir tentang
keselamatan mereka sampai akhir episode.
Permainan maut itu merupakan inti dari kisah mengerikan ini.
Dalang dari permainan itu sendiri adalah kakakku---- Kurobe Makoto.
Dia adalah pemuda yang sempurna sejak usia dini tapi dia
tertarik untuk membunuh mahluk hidup. Dia dengan sengaja mendorong saudara
tirinya yang mana berusia setahun lebih muda darinya, kedalam kolam dan
membunuh binatang kecil dan serangga. Itu menjadi lebih intens sejak dia
melihat kucing berlari ke arah mobil dan mati di saat musim dingin tahun ketiga
SMP.
Secara bertahap, keinginan membunuhnya tumbuh menjadi lebih
besar, dan dia mulai ingin membunuh orang. Karena keinginan tak terkendali
untuk membunuh manusia yang menyerah untuk hidup, game mematikan tercipta di
saat musim panas di tahun pertama SMA-nya.
Dengan memasukan kematiannya, saat game berlanjut, dia
secara sengaja membunuh teman sekelasnya sebagai penyelenggara misterius,
membuat sebuah atmosfer yang mencurigakan. Pada akhirnya, dia membunuh teman
sekelasnya dan bahkan dirinya sendiri.
Dia adalah pesikopat sejati yang menutupi pemikiran gilanya
dengan penampilan sempurna, otak sempurna, dan kekuatan fisik yang sempurna,
menjadi seseorang yang dicintai semua orang. Sebagai tambahan, karena hobi aneh
dan keinginan membunuh ini, itu menjadi tak terkendali.
Dan tampaknya aku telah bereinkarnasi menjadi adik orang
itu.
“Mai.”
“Uwaaaa!!”
Tiba-tia aku di panggil dan secara tidak sengaja berteriak.
Dengan buru-buru aku berbalik, kakakku berdiri dengan membawa botol minuman
berenergi dan gelas di atas nampan.
“Ah... O-onii-chan?”
“Geez, berapa kali kau akan terkejut denganku dari ini?”
Kakakku terlihat terkejut karena suaraku, tapi itu hanyalah
kedok. Di episode akhir dari manga, seseorang dari teman sekelasnya berkata “Bukankah kita teman yang menikmati kehidupan
SMA bersama? Kau juga bersenang-senang dengan kami!” dan kakakku merespn
dengan tidak tertarik “Ah, kupikir aktingku cukup bagus.”
“Ini. Apakah kau membutuhkan sedotan?”
“Tidak...”
Kakakku tersenyum dengan jawabanku dan menuangkan minuman
berenergi ke dalam gelas. Mungkin karena dia adalah Kurobe-kun, meskipun dia
hanya sedang menuangkan minuman itu terasa mengerikan.
Sekarang, aku berusia 14 tahun, dan kakakku berusia 15
tahun. Kurobe-kun di manga berada di tahun pertama SMA, jadi hanya tersisa 1 tahun
lagi. Tapi wajahnya sepenuhnya sama. Perasaan dan atmosfernya juga sama seperti Kurobe-kun di
manga.
“Mulai dari sekarang, ketika kita pergi ke tempat les, aku
akan membawakan botol air tambahan dan payung. Sekarang karena Mai telah masuk
di SMP, kau butuh untuk tetap terhidrasi bahkan sebelum orang lain
memberitahumu.”
“Ya...”
“Jawaban bagus. Mai adalah gadis baik.”
“Ya...”
(TN: WTF, gw kok ngerasa ngeri pas dia ngomong)
Aku merasa kalau kepalaku mulai sakit, yang mana aku
seharusnya merasa senang dengan sesuatu seperti itu sebelumnya, sekarang terasa
seperti itu mencekik leherku. Saat aku melanjutkan senyum terpaksaku, kakakku
berdiri, lalu berkata. “Aku akan menelpon ibu sekarang.”
“K-Kenapa?”
“Aku sudah memberitahunya kalau Mai ingsan karena sengatan
panas. Aku berjanji untuk menelponnya jika sesuatu terjadi.”
Setelah mengatakan itu, kakakku meninggalkan kamar. Mungkin
dia akan menelpon menggunakan telepon rumah. Suara dari langkah kaki kebawah
menuju lantai pertama bisa terdengar.
Apa yang sebaiknya kulakukan...? Apa yang sebaiknya kulakukan dari sekarang?
Wajahnya dan nama depannya cocok, dan struktur keluarganya juga sepenuhnya
sama, jadi kemungkinan kalau mereka berdua berbeda sama sekali tidak ada...?
“Ah...”
Saat aku mencoba untuk mencari secercah harapan, aku
tiba-tiba mengingat sesuatu.
Ketika Kurobe mengakui kejahatannya di chapter terakhir, dia
menunjukkan sebuah pintu dan kunci menuju lapisan kedua dari rak buku di sebuah
ruangan, di mana dia menjaga sebuah buku diary tentang rencana pembunuhannya,
sebuah pisau dapur, sebuah pisau, dan sebuah pistol angin yang telah di
modifikasi untuk membunuh di dalam kotak.
Dia juga mengatakan kalau ketika dia masih kecil, dia
menggunakannya untuk menumpulkan serangga dan hewan mati. Itu juga di tampilkan
di adegan flashback, yang dia buat untuk bersebunyi di bawah kebun.
Jika aku mengeceknya, aku seharusnya akan tahu kalau kakakku
benar-benar Kurobe-kun yang itu. Aku pingsan karena sengatan panas, jadi
mungkin aku hanya berhalusinasi saja. Koridor yang mengarah ke ruang tamu ke
kebun di lantai pertama adalah titik buta. Sekarang adalah kesempatanku.
Aku meninggalkan ruanganku ketika mencoba untuk tidak
membuat suara dan masuk ke kamar kakakku. Ketika aku mengecek ke rak buku, aku
menemukan buku-buku referensi yang sulit seperti semacam statistik yang di
iringi dengan buku tulis matematika, fisika, dan soal tes. Kakakku sering kali
mengambil preferensi tes dari rekomendasi ayah, dan itu mungkin alasannya. Itu
aman.
Dengan lega, aku menuruni lantai pertama dengan diam dan
pergi keluar menuju ke taman menggunakan pintu belakang. Hobby ibu adalah
berkebun, jadi disini terdapat beberapa herbal dan bunga musim yang
melambai-lambai karena hembusan angin di taman. Disini juga terdapat 4 kursi di
dekat sini yang mana dapat diduduki oleh empat orang. Ketika ayah dan ibu punya
waktu di rumah, kami melakukan barbeque disini.
Tak satupun orang bisa tahu kalau terdapat tempat
persembunyian di pojok taman dimana kami biasanya menghabiskan waktu keluarga.
Melihat ke pemandangan biasa, aku menengok kebawah beranda
seperti yang dijelaskan di dalam manga tentang kotak sterofoam dan merentangkan
tanganku ke arah kotak.
Jari tengahku menyentuh sesuatu yang dingin, seperti besi.
Walaupun aku memiliki firasat buruk, aku mengintipnya. Aku
menemukan sebuah kaleng kue nasi, salah satu yang biasa ayah makan. Itu cukup
berat saat aku mengangkatnya.
Aku benar-benar memiliki firasat buruk. Aku mencoba berpikir
positif, itu bisa saja tanah, atau mungkin air, atau mungkin juga ibu mearuh
pupuk di dalamnya. Meski jika itu merupakan sarang berkembang biak nyamuk, itu
lebih baik daripada kamar mayat.
Aku meneguhkan hatiku dan membuka kotaknya. Benda yang
pertama kali masuk ke pandanganku adalah jarum yang tidak terhitung banyaknya
di bantal jarum.
(TN: Bantal jarum itu semajam bantal yang biasa di pake buat
nyimpan jarum)
“Kenapa disini terdapat jarum... huh?”
Ketika aku menatapnya lebih dekat, itu bukanlah jarum yang
tertancap di bantal jarum melainkan kaki serangga. Serangga-serangga itu tidur
terlentang, dengan kaki terbuka.
Membunuh serangga dan menjejerkan mayatnya. Dengan rapi
membaringkannya kebelakang.
Jangkrik tidur di dalam tanah, mungkin saja kakakku
melindungi mereka pada saat hibernasi karena dia mencintai serangga. Aku tetap
mengangkalnya karena aku tidak ingin mempercayainya. Aku mencoba untuk
menggoyangkan kotaknya, tapi serangganya tidak bergerak. Aku menyentuhnya
sebentar, dan anehnya itu terasa membeku seperti es.
Aku menarik kembali tanganku. Itu membuatku merasa mual.
Ketika aku melihatnya lebih dekat lagi, aku bisa melihat beberapa tanda-tanda
penyiksaan disana sini.
Aku menutup kembali penutupnya untuk menghindari pandangan
mencurigakan, menaruhnya kembali seakan-akan aku tidak melihatnya sama sekali,
dan menghela napas.
Tidak mungkin. Kakakku...
Benar-benar ‘Makoto Kurobe’ yang itu.
<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>
Silahkan upvote agar saya tetap semangat buat update chapter baru.
Terimakasih udah baca.
~Alfa~
<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>
0 Komentar
Stay with Liscia Novel #Romcom