About the Reckless Girl Vol.1 chapter 2-3

"Pelajar muda (3)"

Penerjemah : Alfa
Diedit : Alfa

[Apakah anak jenius seperti itu?]

Itu adalah saat makan siang.

“Um, Anya-san...?”

“..........”

“Aku berpikir untuk pergi bermain bowling dengan seluruh kelas untuk merayakan ujian tengah semester, dan aku penasaran apakah Anya akan mau bergabung bersama kami...”

“..........”

“Um, apakah kamu memperhatikanku...?”

Ketua kelas dari kelas, perempuan bernama Sophie, sedang berbicara dengan Anya. Rambut Sophie bewarna emas dan mengembang, dan wajahnya juga tenang. Sebagai penanggung jawab dari kelas, dia mengajak Anya untuk pergi ke kegiatan setelah pulang sekolah yang sudah direncanakan oleh seluruh kelas.

Walaupun begitu, Anya telah hanyut didalam dunianya sendiri, seakan-akan tak ada seorangpun di sekitarnya, dia sedang membaca buku. Dia bahkan tidak melihat kearahnya, hanya menatap ke arah buku. Aku menontonnya dari kejauhan dengan perasaan gelisah.

“Aku pikir itu akan menyenangkan jika kita bermain bersama...”

“..........”

“.... Lihat, lihat! Tidak sering kita pergi bersama sebagai kelas! Itu juga termasuk perkumpulan sosial dengan semua orang! Aku akan senang jika kau dapat bergabung dengan kami juga, Anya-san...!”

“..........”

“Oh-Ahahaha...”

Sophie, sang ketua kelas, menggaruk pipinya seakan-akan dia terganggu oleh Anya yang diam.

Anya merupakan selebriti di kelasnya. Dia memiliki nilai yang sempurna, yag mana menempati urutan kedua di angkatannya, dan dia juga gadis pendiam, berwibawa, dan senyap. Dia memiliki rambut biru pucat yang cantik, dan wajah anggunnya juga selalu menampakkan ekspresi bemartabat. Melihat dirinya yang mengabdikan diri untuk belajar, para murid di sekolah memanggilnya sang “Dewi Es.”.

(TN: Buset naik pangkat dari gadis es, jadi dewi es)

Walaupun, karena hal ini, dia jarang berbicara dengan siapapun. Dia hampir tidak pernah berbicara dengan seseorang. Orang yang mengetahui aku dan Anya, yang mana mengikuti sekolah intensif yang sama denganku, merasa tidak nyaman dengan fakta kalau dia memiliki nama, “Dewi Es.” Tapi untuk mereka yang tidak tahu dia dengan baik, dia adalah orang yang menakutkan dan tidak dapat di jangkau.

(TN: Maksud tidak nyaman disini adalah semua orang menganggap dia dingin, padahal kebalikannya.”

“..........”

“...Aku tidak tertarik.”

Anya tidak menatap kearahnya dan hanya menggumamkan beberapa kata dengan nada yang rendah dan kecil. Dia tidak melihat kearah Sophie sama sekali, dan hanya menyelipkan kata-kata yang dingin dan tak tertarik dari mulutnya. Sophie tersentak dengan sikap dingin miliknya.

“A-Apakah begitu... Mm, aku mengerti.”

“..........”

“A-Aku minta maaf, aku mengajakmu dengan sedikit memaksa.”

“..........”

Perhatian Anya telah kembali pada bukuny, dan suara bermasalah Sophie dia mencapainya sama sekali. Dengan menjatuhkan bahunya, Sophie menjauh dari Anya. Anya adalah anak bermasalah di sekolah ini.

“Yah, aku minta maaf untuk itu, ketua kelas. Karena Anya bertingkah seperti itu.”

“Zeke-kun”

Aku merasa bersalah dan memanggil Sophie, yang mana telah diperlakukan dingin leh Anya.

“Haha, kau tidak perlu meminta maaf untuk apapun, Zeke-kun...”

Sophie menggoyangkan tangannya kearahku dengan tidak berdaya. Itu benar-benar bukan salahku, tapi aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasakan perasaan bersalah yang aneh ketika Anya menyebabkan masalah kepada orang lain. Apakah aku seorang pengawal atau semacamnya?

“Ketua kelas yang malang.”

Anak laki-laki lain di sampingku memanggil Sophie.

“Coctas-kun”


Murid itu dipanggil Coctas. Dia adalah teman yang berbincang denganku beberapa saat yang lalu. Dia berada di kelas yang sama denganku dan bertubuh sedikit lebih besar ketika dibandingkan dengan orang lain yang berumur sama dengannya.

“Aku tebak kau tidak mendapatkan jawaban yang bagus dari Anya...”

“Haha, yeah. Dia tidak tertarik sama sekali.”

“Seperti yang diharapkan dari sang ‘Dewi Es’. Tampaknya dia tidak terlalu mudah seperti kelihatannya.”

Itu adalah apa yang Coctas katakan. Aku minta maaf tentang Anya.

“Apakah kau ingin aku mencoba berbicara dengannya? Walaupun aku tidak yakin kalau aku bisa meyakinkannya juga.”

“Oh, tidak, tidak, itu tak apa. Itu bukanlah suatu keharusan.”

Sophie menolak tawaranku dengan menggoyangkan tangannya. Pertemuan kelas tidak dihadriri oleh semua orang.terlihat kalau terdapat beberapa orang yang tidak menghadirinya karena jadwal yang berbenturan.

“...Anya itu sedikit, yah, sangat berbeda.”

Aku mendesah secara tidak sengaja. Sebagai respon, Sophie mengatakan,

“Orang jenius aneh dalam hal-hal tertentu. Bahkan Coctas sedikit aneh daripada orang biasa...”

“...........”

Sepertiku, Sophie mendesah dan menoleh kearah Coctas, yang mana berada di sampingnya. Coctas tidak mengatakan apapun, tapi dia membengkokkan mulutnya menjadi wajah masam, terlihat tidak senang.

“Apakah begitu? Kita hanya bersama untuk waktu yang singkat, jadi aku tidak yakin saat ini...”

“..........”

Aku menganggukkan kepalaku. Coctas telah meraih nilai tinggi di ujian tengah semester sebelumnya, walaupun dia berada di sekolah persiapan. Dia tidak sebaik Anya, tapi dia dia adalah murid pintar yang dapat benar-benar belajar dengan baik. Dia tidak berada di sekolah menengah untuk waktu yang lama dan tidak memiliki terlalu banyak teman saat ini. Dia tidak tahu semua orang di kelas dengan baik.

“Coctas, kau memiliki selera yang aneh.”

“Aku menyadarinya...”

“Apakah begitu?”

“Aku tidak yakin... dia suka melihat jamur dan bunga beracun. Aneh, ya kan?”

“Apa, beracun?”

Ketika aku melihat kearah Coctas, pipinya merah sedikit karena malu.

“...Racun sering diabaikan oleh khalayak ramai, tapi mereka bisa juga menjadi obat yang sempurna jika kadar racun mereka dipahami dan disesuaikan. Fakta kalau mereka sangat efektif menandakan kalau mereka memiliki potensi untuk berguna dalam beberapa bidang berbeda. Dengan kata lain, mempelajari racun akan membuka peluang yang bisa dijadikan bantuan untuk perkembangan hidup manusia. Contohnya, tumbuhan Datura memiliki kandungan racun yang dipanggil alkaloids, tapi racun itu telah digunakan untuk anestesi, dan iru berguna untuk semua orang.....”

“Ya, ya. Berhenti, berhenti Coctas. Atau ini akan tetap berlanjut lagi dan lagi.”

“..........”

Coctas terlihat sedikit sedih ketika Sophie menghentikannya berbicara. Lalu Coctas berbicara.

“Aku yakin kau pernah mendengar ini sebelumnya, tapi kebanyakan orang pintar, seseorang dengan nilai tinggi, entah bagaimana berbeda mengenai sesuatu. Aku pikir aku dan Anya juga, memiliki perbedaan yang entah bagaimana tetap mengikuti kami.”

“...Apakah begitu cara kerjanya?”

“Ya. Aku berpikir kalau aku memiliki penalaran yang berbeda dari orang kebanyakan. Itulah cara kerjanya.”

“..........”

Kata-kata Coctas membuatku sedikit kebingungan. Itu adalah perasaan yang tidak kumengerti. Itu adalah perasaan yang hanya orang jenius bisa mengerti.

“Tapi kau... Zeke, dengan nilai terbaik, bukanlah orang aneh. Daripada itu, kau adalah orang yang masuk akal.”

“...Apakah begitu?”

“Ya.”

Ketika dia mengaakannya, aku sedikit menggaruk pipiku dengan telunjukku.

“Aku akan senang jika aku diberitahu kalau aku sedikit berbeda. Bukankah orang dengan pemahaman sosial yang umum akan lebih membosankan?”

“Itu tidak benar, pemikiran yang wajar itu penting. Aku tidak ingin menjadi orang aneh. Aku kagum kepadamu karena itu.”

“...Apakah begitu?”

“Ya.”

...Tampaknya Coctas merupakan anak yang sedikit dewasa dan tidak biasa. Sesuatu yang dia katakan terdengar menenangkan. Aku tidak mengenalnya terlalu jauh, tapi aku telah melihat sesuatu yang baru tentangnya hanya dengan beberapa percakapan.

Sophie bertanya,

“Zeke, apakah kau datang ke pesta kelas? Kami semua berpikir akan bermain bowling?”

“Hmm? Ya, tentu saja aku akan datang. Tolong jaga aku.”

“Yeah, terima kasih! Kita telah memiliki cukup banyak orang sekarang. Sebagai orang yang merencanakannya, aku lega,”

Ketika aku melihat senyum lelah Sophie, aku pikir melihatnya seperti seorang bos manajemen menengah dengan karyawan yang bermasalah.

“Okay, ayo adakan kontes, Sophie, Coctas. Aku akan bermain bowling. Yang kalah membeli minuman?”

“Taruhan yang adil.”

“Oh, aku tidak bisa kalah dalam hal ini!”

Keika kami bertiga tertawa bersama.

“Ayo pergi!”

Seorang siswi tiba-tiba berdiri dengan penuh semangat, membanting kursinya.

Itu adalh Anya.

“Apa kau baru saja mengatakan kontes?”

“..........”

“Apakah kau baru saja mengatakan kontes?! Hey, Zeke apa kau mendengarkan?”

“..........”

Anya, yang beberapa saat yang lalu memiliki ekspresi dingin di wajahnya dan tidak menunjukkan ketertarikan mengenai pertemuan kelas, berbalik kearahku dengan mata yang berkilauan dan membara.

Oh, tidak. Aku telah menstimulasi semangat bersaingnya... itu akan menyebabkan masalah setiap kali itu terjadi. Sophie dan Coctas tercengang. Mereka pernah melihat serangan panik Anya beberapa kali, tapi karena mereka hanya mengenal Anya dalam waktu yang singkat, mereka selalu terkejut setiap waktu.

“Aku akan pergi bermain bowling juga! Ayo pergi! Zeke!”

“.........”

Anya meletakkan tangannya di pinggang dan berseru dengan semangat bersaing yang membara.

Aku harap dia tidak keberatan bila aku menghela napas panjang.

<<>><<>><<>>-:<<>>:-<<>><<>><<>>

Apakah kalian tertarik, kalau tertarik.

Silahkan upvote agar saya tetap semangat buat update chapter baru.

Jika ingin donasi ke saya pribadi bisa dengan trakteer.id/alfa1278

Terimakasih udah baca.

~Alfa~

<<>><<>><<>>-:<<>>:-<<>><<>><<>>

Posting Komentar

0 Komentar