About the Reckless Girl Vol.1 chapter 2-1

 

"Pelajar muda"

Penerjemah : Alfa
Diedit : Alfa

[Sekolah menengah pertama]

“Sial, kau mencetak 100 poin penuh lagi...”

Seperti biasa, aku melihat Anya menggenggam lembar jawaban miliknya, dengan pipi memerah karena kesal, sambil mengertakan giginya.

Dia telah sedikit berubah setelah beberapa tahun. Rambutnya telah tumbuh lebih panjang dan dia terlihat lebih feminim.

Sebagai tambahan, pakaian yang dia umumnya pakai juga berubah. Dia sekarang mengenakan blazer sekolahnya, daripada pakaian bebas yang biasa dia kenakan.

-- itu berarti kami berdua saat ini telah duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Anya dan aku pergi ke sekolah kedua yang sama tentu saja. Sudah sewajarnya kalau dia dapat masuk kedalam sekolah privat terbaik di daerah ini. Bagaimanapun juga dia telah mencapai peringkat teratas di daerah ini dan juga telah pergi ke sekolah intensif teratas.

Faktanya, sebagai seseorang yang telah hidup selama 28 tahun dan juga terbiasa menerima gaji pas-pasan, aku benar-benar merasa bersalah kepada orang tuaku yang memasukkanku ke sekolah privat.

Ketika aku memikirkan tentang biaya tahunan dari sekolah ini dan gaji yang dapat kusimpan di kehidupan lamaku. Kepalaku mulai sedikit berputar.

Ketika aku memberitahu orang tuaku kalau itu akan baik-baik saja dengan sekolah publik biasa, mereka berkata. “Anak-anak tidak perlu khawatir tentang hal itu,” dan Anya juga berkata, “Kalau begitu aku akan pergi ke sekolah publik juga,” seakan-akan itu adalah urusannya, jadi aku tidak punya pilihan lain. Aku merasa bersalah kepada orang tuaku, tapi aku tidak dapat membiarkan jenius seperti Anya membusuk di sekolah publik setempat karena diriku.

Aku berpikir tentang mengambil pekerjaan paruh waktu. Tapi, aku bertanya-tanya apakah terdapat pekerjaan paruh waktu yang tersedia untuk siswa sekolah menengah pertama. aku mendapat poin 97 pada ujian pertamaku di sekolah menengah pertama. Itu membuatku berpikir bahwa sekolah menengah pertama cukup berbeda daripada sekolah dasar.

“Hmmm! Akhirnya, benteng 100 poinmu telah runtuh! Tidak akan lama lagi sampai akhirnya aku akan menang melawanmu!”

Mata Anya berair ketika dia berbicara dengan semangat yang mengebu-gebu.

Dia mendapat poin 92. Itu pasti memalukan baginya. Sebagai persiapan sekolah, ujiannya memang sulit, dan aku yakin nilai miliknya sudah cukup bagus, kami berdua telah meremehkan level ujian sekolah menengah pertama. Tapi, dia tetaplah murid dengan skor tertinggi kedua di angktannya.

Aku akhirnya mampu untuk mencari pekerjaan paruh waktu dengan bantuan dari keluargaku dan mulai belajar dengan keras.

“Sial, kau mencapai nilai 100 penuh kali ini...”

Dan itu membawaku kejalur yang aku singgung sebelumnya. Tampaknya bila aku belajar cukup keras, aku bisa tetap bisa menggunakan 28 tahun pengalaman hidupku dari kehidupan sebelumnya dengan baik.

“Bagaimana kau dapat mendapat nilai seratus ketika kau juga bekerja paruh waktu? ...Zeke, bagaimana kau dapat belajar seperi ini?”

“..........”

Itu karena aku memiliki ‘cheat’ yang lebih besar dari apapun, ”Reinkarnasi,” tapi aku tidak bisa mengatakan itu.

Anya menekan salah satu dari pipiku. Tapi tekanan yang berasal dari jarinya sangatlah lemah.

Dia mendapat 95 poin pada ujian kali ini, dia adalah murid terbaik kedua di angkatannya, tapi dia sedikit depresi karena dia belajar dengan sangat keras dan hanya mampu berkembang sebanyak 3 poin. Dari sudut pandangku, itu sudah benar-benar cukup bagus, dan itu juga merupakan ujian persiapan sekolah. Itu tampaknya lebih sulit dibandingkan dengan sekolah menengah pertama reguler yang telah kuhadiri pada kehidupanku sebelumnya. Aku berpikir kalau dia sebaiknya lebih bengga pada dirinya sendiri karena dia mampu untuk meraih nilai 95 pada ujian itu, tapi kupikir dia hanya kesal dengan fakta bahwa aku mendapat nilai 100.

Anya merasa sedikit lelah saat aku mengambil kue baruku.

“Trik dalam belajar yang pertama adalah mencari tahu akar dari materinya. Semua dasar dari materi berada disini, dan semua isi dari pembelajaran itu berawal dari akar itu......”

“Aah! Tunggu! Tunggu! Tidak, tidak, tidak! Tidak, tidak, tidak! Jangan katakan apapun lagi!”

Anya menggeliat dan menjauh pergi dariku.

“Aku tidak bisa membiarkan musuhku menebar garam kepadaku!”

Dengan begitu, dia berlari keluar kelas dan bergegas pulang kerumah. Aku sedikit kaget dengan reaksinya lalu bergegas pergi ke pekerjaan paruh waktuku.

* * * * * 

“A-ajari aku bagaimana cara belajar...”

Anya menghampiri mejaku dan bergumam dengan suara rendah. Wajahnya memerah karena merasa terhina. Ketika berbicara, dia memalingkan wajahnya sedikit untuk menghindari kotak mata denganku.

<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>

Silahkan upvote agar saya tetap semangat buat update chapter baru.

Terimakasih udah baca.

~Alfa~

<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>

Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya

Posting Komentar

0 Komentar