Isekai Tensei Soudouki Vol. 5 Chapter 4 - Pertempuran Sengit, Sekali Lagi. Part 3

 


[Baldr, Oka Sanai, Oka Masaharu POV]

‘──Berapa lama kita dapat bertahan? Kastil Gawain adalah kastil kecil. Kastil ini tak memiliki luas yang cukup untuk melawan musuh. Kastil ini akan dapat dengan mudah ditembus oleh musuh bahkan jika hanya menyerang melalui satu titik saja.’ 

Baldr benar-benar telah kehabisan akal karena ia tak mampu memikirkan hal lain selain pikiran pesimis sejak tadi.
Para prajurit menyadari akan tanda dari kekalahan mereka di perang ini.
Kemungkinan besar, jumlah prajurit ketika mereka sampai di kastil akan berkurang menjadi dibawah seribu pasukan.
Terlebih lagi, bertarung didalam kastil tidak akan menaikan moral pasukan, jadi dalam situasi terburuk, pasukan dapat dibantai dalam sekejap mata.

Jadi haruskah pasukan Antrim berinisiatif menyerang?

Itu juga mustahil. Jika mereka menyerang musuh yang memiliki jumlah yang sangat besar tanpa rencana apapun, sebagian besar pasukan Antrim akan mati sebelum mereka dapat mendekat ke musuh.
Juga terdapat pilihan untuk kabur dari sini, tapi pasukan Antrim sudah sangat kelelahan setelah pertempuran yang sengit. Musuh pasti akan dapat menangkap mereka.

Satu-satunya cara untuk mengurangi kerugian adalah dengan mengorbankan sebagian pasukan sementara sisanya melarikan diri.
Namun Baldr tak dapat melakukan hal seperti baik sebagai seorang lord dan juga karena kepribadiannya.

‘Berpikir! ── Semua orang akan mati jika aku tak dapat memikirkan sesuatu!’ pikir Baldr.
Dia setidaknya harus bisa mengulur waktu agar Seillune, Selina, dan Agatha dapat melarikan diri.
Padahal saat ini mereka sedang tinggal didalam kastil, ia malah tidak dapat mengalahkan pasukan Haurelia dan malah pulang dengan kekalahan. Benar-benar menyedihkan!

Jika dipikirkan kembali, perasaan ini mirip seperti ketika ia bertarung melawan Torus di wilayah Corenlius.
Sebagian dari dirinya berpikir kalau dirinya adalah keberadaan yang spesial. Tak mungkin ia bisa dikalahkan, jika itu dia, maka dia akan dapat menang. Bukankah ia sangat sombong karena berpikir seperti itu?

Hasilnya, banyak rekannya tewas di medan perang.
Benar-benar menyedihkan. Baldr Antrim Cornelius, bagaimana caramu bertanggung jawab akan hal ini?
Ini adalah pertama kalinya Baldr mengalami kematian atas orang-orang terdekatnya. Seharusnya ini adalah saat yang tepat untuknya menunjukkan kekuatannya, tapi saat ini otaknya malah mulai dipenuhi dengan pikiran negatif.

“Jangan bertingkah menjijikan seperti itu. Ini adalah sebuah kehormatan untuk mendapatkan tempat untuk mati.” Ucap Sanai
Nilai sebenarnya dari seorang samurai akan dipertanyakan ketika mereka berada dekat dengan kematian.
Sanai setelah kehilangan kesempatannya untuk ikut serta dalam pengepungan di Osaka saat musim panas yang seharusnya itu akan menjadi momen besar terakhir di hidupnya.

Ketika ia menemui akhir hidupnya di kastil Inawashiro, satu-satunya hal yang melintas dipikirannya adalah pertempuran Matsugawa dimana ia membiarkan Date Masamune melarikan diri.
Meski ia tak dapat kembali dalam keadaan hidup, jika ia dapat membunuh Masamune disana, nama Sanai akan diingat oleh sejarah selama ribuan tahun.

Tak dapat mati di tempat dimana kau ingin mati sama saja kehilangan arti dari kenapa kau lahir di dunia ini.
Untuk samurai kuno seperti Sanai, hal seperti adalah hal yang wajar.

‘Sekarang adalah waktunya untuk mati. Jika kau tak siap untuk mati, maka kemenangan hanyalah sebuah mimpi.’
Pada pertempuran Matsugawa, pasukan Uesugi berjumlah kurang dari 2.000 orang sementara pasukan Date berjumlah sekitar 15.000 orang.

Terlebih lagi pasukan Date juga dilengkapi dengan banyaknya senjata api. Moral mereka juga pasti lebih tinggi dibandingkan pasukan Uesugi. Meski begitu pasukan Uesugi tidak kalah.
Sebaliknya, malah Date yang selangkah lagi akan menuju kematian.

Pasukan elite Uesugi yang telah siap untuk mati dapat membuka celah pada formasi musuh meski jika mereka tak dapat memusnahkan seluruh pasukan musuh.
Kekuatan dari pasukan yang telah membuang niat mereka untuk dapat kembali hidup-hidup sangatlah kuat.

“Seorang pejuang yang dapat mati ketika mereka mencoba untuk mati sangatlah beruntung”
Sanai mengucapkan kembali perkataan temannya, Maeda Keijirou.
Seorang pejuang yang tak dapat mati semakin mereka mencoba untuk mati adalah seorang pejuang yang dicintai oleh surga.

Sanai tak pernah berpikir kalau ia akan dapat menemukan tempat seorang pejuang untuk mati setelah ia kehilangan hal itu di masa lalu.
Wajah Sanai cerah melihat jumlah pasukan Haurelia yang berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan pasukan Date dulu.

*

Baldr terkagum dengan kata-kata Sanai.
Jika bawahan dan para tunangannya dapat selamat jika dia harus mati....
Baldr belajar dari ayahnya kalau mengorbankan nyawa demi hal yang mereka harus lindungi adalah tugas seorang bangsawan.
Tapi karena ia mengikuti ajaran ayahnya itulah saat ini pemikirannya sedang tidak menentu.

Seillune, Selina, dan Agatha ada di kastil Gawain.
Mereka adalah tunangan yang berharga yang menunggu kembalinya Baldr dan mereka juga siap untuk mati dibandinng membiarkan Baldr mati sendirian di medan tempur.

Apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka terjebak didalam kastil dan kemudian dikalahkan?

Antrim tak akan dapat mengharapkan perlakuan rasional dari Haurelia.
Baldr tak dapat memikirkan masa depan apapun selain para pria dibunuh sementara para wanita dijadikan mainan.
Dibanding membiarkan hal seperti itu terjadi, menerima kematian akan jauh lebih baik.

‘Bisakah aku memenangkan pertempuran hanya dengan siap untuk mati?’
Pada dasarnya Baldr sama sekali tak memiliki keyakinan, dan jika ia ditanya apakah ada jalan untuk menang? Kenyataannya ia sudah tak memiliki ide apapun.

Bahkan Zirco yang biasanya bertindak sebagai penyemangat dalam situasi seperti ini, sedang pergi mengintai dan belum juga kembali.
Tak dapat disangkal kalau kemungkinan besar ia sudah mati. Jika tidak, tak ada alasan kenapa Zirco belum juga kembali disituasi yang mengerikan ini.

Ketidakhadiran Zirco, orang yang Baldr percaya dan telah ia kenal sejak di wilayah Cornelius juga membuatnya sakit kepala.

──Dengan kata lain, Baldr sudah sangat kelelahan. Dia telah melemah sampai pada titik dimana ia ingin menangis dan berteriak, melampiaskan kemarahannya pada seseorang, dan meminta bantuan pada orang dewasa.

Tak peduli seberapa dewasa dan berpengetahuannya pikiran Baldr, meski ia telah dilatih dengan latihan yang sangat keras, jiwa yang terdapat dibagian terdalam manusia adalah suatu hal yang hanya akan tumbuh seiring berjalannya waktu.
Jiwa anak muda didalam Baldr mulai hancur karena beban yang ia tanggung mulai melewati batasnya.

“Sekarang waktunya untuk mati”
Suara Sanai bergema didalam kepala Baldr.
Terkadang akan merasuki tubuh Baldr jika hidup Baldr dalam bahaya.
Meski begitu, Sanai tak dapat melakukan apapun jika mental Baldr sedang kacau.
Bahkan jika Sanai merasuki tubuh Baldr, Baldr dapat dengan tenang melihat apa yang dilakukan oleh Sanai. Dan Baldr juga dapat mengemukakan pemikirannya.
Tapi saat ini, akan menjadi yang pertama kalinya Baldr mempercayakan tubuhnya pada Sanai dengan keinginannya sendiri.

Jika dia adalah seorang pejuang veteran seperti Sanai, maka dia mungkin akan entah bagaimana dapat memecahkan masalah ini. Baldr tak dapat melepaskan diri dari pemikiran itu.

“──Tolong, tolong selamatkan semua orang, selamatkan aku.....!”
Jabatan dan tanggung jawab yang sebenarnya tidak ia harapkan──Baldr ingin melepaskan dari beban itu. Tidak, paling tidak, ia ingin mencoba untuk meminjam kekuatan Sanai untuk memenuhi tanggung jawabnya.

***

Setelah sampai di kastil Gawain, Baldr membuka gudang makanan dan memerintahkan para prajurit untuk beristirahat.
Kemungkinan besar pasukan Haurelia akan sampai besok sore dan pertempuran akan pecah pada lusa pagi hari.

“Baldr! Terimakasih ya tuhan kau selamat!”

“Baldr-sama! Kami menunggumu!”

Tunangan mereka bertarung melawan pasukan yang memiliki jumlah yang luar biasa dan prestasinya akan dicatat didalam sejarah baru saja kembali.
Walaupun pada akhirnya ia kalah, kebahagiaan Selina dan Seillune sangatlah besar.

Namun sebagai penasihat politik Baldr, Agatha adalah yang satu-satunya tak sebahagia mereka berdua.

‘Kasihan sekali ia──Meski ia telah meraih presatasi yang akan membuat banyak orang iri, baginya itu adalah hal yang tak berarti sama sekali.’ Pikir Agatha terhadap Baldr.

Itu semua karena kekalahan besar yang disebabkan oleh Baldr yang menjadikan ia dan orang-orang terdekatnya musuh yang tidak akan dilepaskan oleh pasukan Haurelia.
Penampilan lesu Baldr mengatakan pada Agatha kalau pemikirannya tidak salah.

 “.....Baldr?”

Walaupun memeluk balik mereka berdua, ia belum mengatakan sepatah katapun. Selina akhirnya merasakan ada suatu yang salah.

“──Cepat kabur ke pegunungan Morgan sekarang. Tak akan butuh waktu lama untuk pasukan Haurelia tiba disini.”

Selama pasukan Haurelia dapat menangkap musuh bebuyutan mereka, Baldr, maka kemungkinan mereka dapat mengejar yang lain itu rendah. Tentu saja itu hanya dapat terjadi jika Baldr ada di medan tempur.
Pasukan Haurelia sudah tidak memiliki kekuatan tambahan untuk menginvasi Kerajaan Mauricia lebih dalam. 

Namun mereka membutuhkan Baldr sebagai pengorbanan untuk menjaga wajah mereka dan memuaskan harga diri mereka. Itu adalah hal yang tak dapat dinegosiasikan.

“Apa yang kau katakan? Kita tak akan pergi dari sini!”

"Wanita seharusnya tidak banyak tingkah, cepat pergi sana!"
Sanai kesal dan secara spontan memotong pembicaraan mereka.

Bagi Sanai, pekerjaan wanita adalah menjaga rumah, memberikan suami mereka ketenangan pikiran, dan mengantarkan suami mereka pergi.
Seorang istri harusnya tidak menghalangi suaminya yang akan pergi berperang.

Adalah hal yang umum pada era Sanai jika wanita seperti itu akan langsung diceraikan dan perilakunya itu akan menjadi aib bagi wanita tersebut.

Jika itu adalah istri Sanai, pada waktu seperti ini, ia (istri Sanai) akan mengantarnya (Sanai) pergi dengan senyuman tak peduli bagaimana perasaannya yang sebenarnya.
Sanai benar-benar memandang rendah Selina dan Seillune yang mencoba untuk mempermalukan suami mereka.

──Sanai sebenarnya tak pernah merasa sekesal ini terhadap mereka sampai sekarang meski ini bukanlah pertama kalinya mereka bertingkah seperti ini.
Ini menimbulkan rasa gelisah yang Baldr dan bahkan Sanai tidak sadari tumbuh didalam diri mereka.

“Seseorang, bawa para wanita perg-’’

Selina menampar pipi Baldr sebelum ia selesai bicara.

“Kendalikan dirimu! Aku tidak tahan melihat Baldr yang melarikan diri dari kenyataan seperti ini!”

Jika takdir adalah hal yang nyata didunia ini, Selina percaya kalau sebab ia dan yang lainnya tidak melarikan diri dan tetap disini adalah demi saat-saat ini.
Dan juga menurut insting wanitanya ia melihat kalau Baldr yang sedang dirasuki oleh Sanai bukanlah Baldr yang sama yang meyelamatkannya di masa lalu.

“Baldr-sama, hidupku akan selalu bersamamu. Aku mohon jangan berpikir kalau kamu akan mati seorang diri."

Seillune memeluk Baldr sambil meneteskan air mata.
Seillune merasakan aura kematian yang diberikan Baldr.

Baldr pasti akan dibawa pergi ke alam baka jika ia melepaskan tangannya. Bukanlah pikiran Seillune yang memberitahunya hal itu tetapi instingnya sebagai wanita.

“Saya belum mengenal anda selama mereka berdua tapi, anda tau, saya setidaknya ingin mati bersama anda, tunangan saya? Tapi Baldr-sama, mari kita kesampingkan hal itu sekarang. Kenapa anda ingin sekali untuk mati?”

Pertanyaan Agatha benar-benar tepat sasaran.
Sanai tidak memutuskan untuk bertarung agar ia dapat mati, ia hanya ingin mati di medan perang. Dia ingin pergi menuju kematian yang ia pikir ia akan dapat bertemu dengan istri tercintanya.

*

(TL : Baldr sekarang sedang dirasuki oleh Sanai.)
Diluar sana terdapat pasukan besar yang menyebar sampai jarak yang sangat jauh.
Dan juga terdapat komandan utama dari negeri musuh dan bawahannya, para jendral yang menargetkan kepala Baldr.
Para pejuang yang berharap akan mendapatkan penghargaan dan siap untuk mati akan hal tersebut, sedang mengayunkan tombak mereka.

Ini bukanlah waktu untuk membahas hidup dan mati. Hal yang tersisa saat ini adalah menunjukkan kemampuan bertarung dan meraih prestasi militer setinggi-tingginya.
Ini adalah tempat para pejuang untuk mati yang ia lihat di mimpinya. Tak ada orang yang berhak merenggut hal itu darinya.

‘Apa yang salah untukku mati disini?’

Apakah akan ada kesempatan lain untuk mendapatkan tempat untuk mati sebesar ini?
Sejak awal, wanita yang ikut campur soal tempat pria untuk mati adalah hal yang salah.

“Menyingkir, jangan menggangguku!”

*

“──Jangan. Kau tak boleh melakukan itu.”

*

Tangan Baldr yang digunakan Sanai untuk menyingkirkan Seillune dari pelukannya menjadi kaku karena dorongan yang datang dari dalam tubuhnya.
Masaharu mengambil alih sebagian kendali tubuh dari Sanai.

“Jangan menghalangiku, bocah.”

“Pemeran utama di kehidupan ini adalah Baldr. Seorang penonton seperti kita tak seharusnya mencoba memainkan peran utama.”

Sebenarnya Masaharu telah sangat tersiksa dengan perasaannya yang saling bertentangan.
Dia telah lama menunggu hal seperti “reinkarnasi ke dunia lain” dan bahkan ia telah mengumpulkan banyak pengetahuan akan hal tersebut.

Meski keinginan terdalamnya itu terkabul dan ia benar-benar datang ke dunia lain, ia dibangkitkan tidak lebih dari sekadar kehidupan masa lalu Baldr. Hanya dia yang mengetahui seberapa banyak penderitaan dan keputusasaan yang ia alami sebelum ia dapat menerima fakta tersebut.

“Bahkan aku pun ingin menjadi orang yang tak terkalahkan di dunia lain, menemukan cinta, dan mengisi tiap detik kehidupan keduaku. Aku bahkan berpikir kalau tak ada orang yang mengharapkan hal itu lebih dari diriku sendiri.”

Meski begitu ada hal yang harus ia akui.

“Kita adalah orang luar yang dapat melihat kehidupan Baldr. Tak peduli apapun yang dilakukan oleh orang luar, hal itu tak lebih dari bagian dari kehidupan Baldr. Bukankah begitu, Sanai-san?”

Oka Sanai Sadatoshi adalah seorang samurai berharga diri tinggi, seorang pejuang veteran.
Tapi tak peduli sejauh apa ia menjunjung harga dirinya sebagai pejuang, sudah jelas kalau itu semua hanya akan menjadi bagian dari kehidupan Baldr. Bahkan tempat untuk mati ini akan menjadi milik Baldr.

Tempat Sanai untuk mati dari awal tidak pernah ada di dunia ini.
Sanai yang bertahan hidup di pengepungan Osaka tak akan pernah diberikan tempat lain untuk mati selamanya.

“──Ini adalah karma bagi seorang pejuang untuk tidak dapat mati.”

Ah, itu lah yang dikatakan Maeda Keijirou. Bukankah orang baik itu terasa mirip seperti bocah ini?

Bagi seorang samurai, tempat untuk mati adalah hal yang hanya akan datang satu kali. Hal seperti itu tidak akan dapat diulang atau pun ditukar.
Rupanya tanpa ia sadari kehidupan kedua ini menyebabkan ia melihat impian bodoh.
Itu adalah penyesalan yang masih tersisa sampai sekarang sejak ia mati.

“Jadi ini yang mereka maksud orang bodoh dapat memberikan nasihat kepada orang bijak.”

Dia tak pernah berpikir kalau dia akan diberikan nasihat tentang kehidupan dari seorang anak muda seperti Masaharu.

Aura kematian yang dikeluarkan Baldr mulai berkurang.
Namun selama Baldr tidak kembali dengan kedua kakinya sendiri, kematian tetap tidak akan pergi.

Seillune berjinjit dan mencium bibir Baldr.

“Aku juga menyukai Baldr-sama yang dingin tapi... Aku lebih menyukai Baldr-sama yang nakal yang selalu memberiku masalah.”

“Kami tidak menyukaimu karena hal yang kau dapat kau lakukan untuk kami. Seorang gadis yang sedang jatuh cinta adalah makhluk yang lebih ingin melindungi dibanding dilindungi.”

*

──Benar-benar menyedihkan.
Padahal kehidupan ini adalah miliknya, padahal ia lah yang akan menjadi suami Seillune dan Selina. 

Meski jika ia mempercayakan hidupnya pada Sanai, pada akhirnya tanggung jawab akan tetap menjadi milik Baldr.
Lagipula pemeran utama yang hidup sekarang di era ini adalah Baldr sendiri dan bukan orang lain.

*

“Aku menunjukkan kepada kalian hal yang menyedihkan──Aku ingin menebusnya tapi, taruhanku kali ini benar-benar buruk."

Baldr mengatakan itu sambil tersenyum nakal. Tatapannya seperti ketika ia masih kecil yang selalu memberi Seillune masalah.

“Kita tak dapat bertahan meski kita mengurung diri disini. Atau bahkan, dengan ketidakmampuan kita untuk menahan penyihir musuh, kita tidak akan bisa menahan musuh bahkan untuk sehari saja dan lalu selesai.”

Jika mereka setidaknya memiliki jumlah penyihir lima kali lipat dari yang mereka miliki sekarang, dimungkinkan untuk mereka bertahan selama 4 atau bahkan 5 hari.

Jika sihir dan pasukan infanteri menyerbu mereka dengan jumlah yang luar biasa, yang terbaik yang dapat pasukan Antrim lakukan adalah mengalahkan musuh sebanyak mungkin yang mereka bisa.

Hal yang beruntung disini adalah jumlah pasukan yang tetap tinggal melebihi ekspektasi Baldr. Lebih dari 70% pasukan berkumpul di kastil Gawain.

Mereka adalah pasukan setia yang memilih untuk tetap tinggal dan bertarung meski mereka tau pertempuran itu hanya akan menjadi sebuha kekalahan.
Prajurit seperti ini adalah prajurit yang kuat meski mereka kurang terlatih.
Namun Baldr tak tertarik untuk membuang prajurit setia di pertempuran yang ia tau tidak ada harapan.

“──Kita harus pergi dari kastil sekarang juga.”

“Baiklah, tapi kemana?”

Brooks bingung dengan keputusan Baldr yang tiba-tiba itu. Dia hampir tidak berani bertanya. Sudah jelas pada tahap ini, tak peduli apa yang mereka lakukan, kemanapun mereka pergi, pasukan Haurelia akan mengejar dan menangkap mereka.

Dengan mempertimbangkan kekuatan diantara kedua pasukan, sangatlah mungkin bagi Haurelia untuk memusnahkan pasukan Antrim hanya dengan kavaleri mereka.

“Pertama──Ketika pergi ke tempat pak tua Guiness.”

Seluruh penduduk yang telah di evakuasi, tapi Guiness yang memutuskan dirinya untuk membuat bir tetap tinggal di kedainya yang berlokasi di sebuah gunung di pegungungan Morgan.
Karena disana tak ada alasan bagi pasukan Haurelia dengan sengaja datang sampai ke lokasi terpencil seperti itu.

“Ayo, kita akan sibuk! Siapkan kuda! Brooks! Bawa semua bubuk mesiu yang tersisa dan ikut denganku!”

“E-eh? Bagaimana tentang mengkonfirmasi kembali cinta kita? Berpelukan satu sama lain?” Sambar Selina.

Tangan Selina yang dilepas oleh Baldr yang tiba-tiba energinya terisi kembali.
Walaupun Masaharu adalah orang yang berperan paling besar, para gadislah yang mendorongnya kembali dari godaan akan kematian dan memberinya harapan untuk masa depannya bersama mereka.

Jika mereka bertiga patuh dengan perintah Baldr, Baldr akan mati di pertempuran sambil dirasuki oleh kesadaran Sanai.

“Kita akan sibuk, jadi biarkan aku pergi untuk sekarang.”

Baldr mengatakan hal itu dan dengan paksa mencium bibir Selina, Seillune, dan Agatha secara bergantian.
Medan perang akan meningkatkan emosi para pria tanpa terkecuali dan menyebabkan keinginan duniawi terhadap wanita meningkat didalam diri mereka sebagai insting mereka untuk meneruskan keturunan. Baldr juga bukanlah pengecualian akan hal tersebut.

Ciuman paksa yang belum pernah mereka alami sampai sekarang membuat Seillune dan Selina dengan ekspresi memerah dimuka mereka. Dan untuk Agatha, dia kehilangan kekuatan pada kakinya dan duduk dengan kebingungan ditempat.

“Ini benar-benar disayangkan tapi, kita akan memerlukan banyak keberuntungan untuk menjalankan rencana ini.” Kata Baldr

Dan semua orang pun mulai berdo’a

“Aku menaruh harapanku pada keberuntungan yang diberikan oleh dewi.”

Posting Komentar

0 Komentar