About the Reckless Girl Vol.1 chapter 1-1

 

"Gadis sembrono dan menjanjikan, lebih sulit dibanding tes manapun (1)"

Penerjemah : Alfa
Diedit : Alfa

[Pertemuan pertama]

Itu adalah hari yang dingin di musim dingin ketika aku pertama kali bertemu dengan Anya, gadis yang menantangku.

Aku bertemu dengannya di bangunan hangat yang redup, di hari tanpa sinar matahari dengan awan tebal di langit yang dapat terlihat di luar jendela.

Itu adalah musim dingin pertama yang pernah kualami setelah memasuki sekolah dasar. Aku terus mendapatkan nilai sempurna di ujian sekolah, jadi orang tuaku mendaftarkanku kedalam sekolah intensif paling sulit di kota. Sekitar tiga pemberhentian dari rumah dengan menggunakan kereta. Itu adalah perjalanan panjang untuk dilewati oleh anak normal, tapi untuk diriku, yang telah menghabiskan berjam-jam setiap hari untuk pergi kuliah di kehidupan lamaku, itu hanyalah perjalanan yang singkat.

Sekolahnya terletak di bangunan yang cantik di lingkungan baru. Gugup dengan lingkungan yang baru kulihat, aku melangkah ke dalam sekolah sambil mencari kehangatan dari dinginnya musim dingin. Sebelum kelas dimulai, guru mengenalkanku kepada semua orang, setelahnya aku di bombardir dengan berbagai macam pertanyaan dari beberapa anak. Seperti-“Dimana kamu tinggal, apa hal yang kamu sukai, apa kamu suka olahraga?” “Ya, ya, ya, ya” anak-anak tetap mengangkat tangannya , dan pertanyan tidak pernah berhenti, membuatnya tidak mungkin untuk memulai kelas.

...anak-anak. Kupikir aku berumur sama dengan mereka.

Aku tidak tahu bagaimana menangani situasi seperti ini dengan baik. Guru yang berdiri di atas panggung menegur mereka dengan senyum bermasalah, meskipun saat ini seharusnya aku juga sedang membuat ekspresi yang sama dengan guru di wajahku.

Aku duduk di bangku kosong yang diintruksikan guru kepadaku lalu mengeluarkan buku tulisku.

 --Disebelahku, terdapat perempuan dengan rambut berwarna biru pucat duduk di bangkunya.

Aku mempunyai kesan aneh dari perempuan itu.

Mata semua orang tetap memandangiku, anak-anak tersenyum dan menonton setiap gerak-gerikku dengan antusias. Mereka menatap ke arahku, suatu objek yang asing di sekolah intensif ini, seperti mereka menantikankan burung merpati keluar dari dalam mulutku.

Tapi gadis dengan rambut biru yang duduk di sebelahku tidak melihatku sama sekali, dia hanya melihat materi pembelajaran di depannya. Dia tidak memperdulikanku sama sekali, seperti diriku ini hanyalah kerikil di tengah jalan.

Memikirkan kembali tentang itu, dia adalah satu-satunya orang yang tidak menanyaiku pertanyaan apapun dalam badai pertanyaan tadi. Aku telah ditanyai oleh anak-anak lain.

Aku tidak ingat melakukan kontak mata dengannya sekalipun. Aku yakin saat aku berdiri di atas panggung dan memperkenalkan diriku, dia sedang melihat kearah buku tulisnya, persis seperti yang sedang dilakukannya saat ini.

“.........”

Dia tidak tampak tertarik padaku sama sekali ketika aku memasuki sekolah.

Aku pikir gadis itu hanya sedikit aneh.

Kelas dimulai tanpa ada percakapan dengan gadis itu sama sekali.

Sayangnya untuk orang tuaku, tidak ada yang dapat benar-benar aku pelajari dari mengikuti sekolah intensif tersulit ini. Tentu saja tidak akan ada apapun yang perlu kupelajari... itu akan menyebabkan masalah jika seseorang yang sudah hidup selama 28 tahun mempelajari sesuatu dari sekolah dasar. Ini mungkin terdengar arogan untuk menyombongkan diri dengan pemikiran semacam itu, tapi aku berharap kalau pengalaman hidup dari seseorang yang sudah hidup selama 28 tahun akan memaafkanku untuk itu. Lebih dari beberapa tahun, aku sudah membuat prasangka kalau diriku merupakan seorang pekerja keras di dalam kelas.

Jam pertama kelas telah berakhir dan semua orang mulai bertanya padaku lagi. Aku menjawab semua pertanyaan itu dengan senyum bermasalah, tapi gadis berambut biru disebelahku tidak pernah menanyaiku pertanyaan apapun.

Aku sudak banyak berbicara dengan banyak orang hari ini, tapi tidak ada seseorangpun yang berbicara dengan gadis berambut biru yang duduk disebelahku.

Setelah semua kelas hari ini di sekolah intensif berakhir, dia mulai berkemas-kemas pergi tanpa memberi sepatah katapun kepada yang lainnnya. Karena rasa ingin tahuku, aku mencoba untuk berbicara dengannya meski sekali.

“...Kau tidak berbicara dengan siapapun sama sekali, apakah kau sedang dalam suasana hati yang buruk hari ini?”

“...Bukan apa-apa”

“Namaku Zeke. Siapa namamu?”

“...Aku tidak perduli.”

Dia merespon dengan dingin dengan nada monoton, dia seperti gadis didalam es yang tipis. Tapi juga tampak dewasa. Aku tidak bisa marah dengan sesuatu semacam ini. Anggap saja itu sebagai candaan.

“Apakah kau baik-baik saja. Nyonya aku tidak peduli.

“...Apakah kau bodoh atau semacamnya?”

 Dia memandangiku dengan dingin. Kelihatannya guyonannya tidak berhasil. Aku menganggapnya dengan serius seketika. Mata anak itu menampakkan kalau dia memandang diriku dengan rendah.

“Apa kamu akan pergi sekarang juga?”

“..........”

“Pernahkah kamu pergi bersama dengan teman-temanmu?”

“..........”

Dia tidak bicara, malahan dengan cepat dia bersiap-siap pergi. Dia membawa ransel praktis dengan ornamen di atasnya, menatap rendah kearahku dengan matanya yang besar untuk tubuh kecilnya.

“Aku tidak peduli.”

Dia meninggalkan kelas secepat mungkin dengan suara dingin, seperti dia memang tidak peduli tentang temannya sama sekali.

<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>

Kalau ada kesalahan translate silahkan bilang di komen.

Terimakasih udah baca. 

~Alfa~

<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>

Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya

Posting Komentar

0 Komentar