“Huh, terima kasih banyak, Yukari-chan…”
Aku menghela nafas sambil memotong kertas gambar dengan
gunting. Selama pertemuan osis, Nojima-sensei memarahiku karena
pekerjaanku tidak memiliki kemajuan. Aku benar-benar tidak ingin berhenti
memberikan kejutan kepada kakakku, jadi aku memutuskan untuk meminta Yukari
membantuku di akhir pekan. Sekarang ada tiga orang, termasuk Iwai, yang mengelilingi
meja ruang tamu.
Dalam situasi berbahaya seperti ini, aku tidak bisa menahan
perasaan terbebani dengan dia terus datang ke rumahku. Lebih tepatnya, itu
karena aku merasa berhutang budi kepada ayah Yukari-chan, yang sepertinya
mengantar Yukari-chan dan Iwai ke rumahku, menjemput mereka di malam hari dan
mengembalikannya ke rumah.
“Jangan khawatir tentang itu! Lagipula aku sudah
berjanji untuk membantu!”
“Terima kasih… Yukari-chan, jangan pernah ragu untuk
memberitahuku jika ada sesuatu yang mengganggumu!”
“Hehe, sebenarnya kemarin kakakku berkelahi dengan
ayahku. Dan jika Yukari tinggal di rumah hari ini saat mereka masih
bertengkar, Yukari harus menghentikan mereka. Jadi, ada baiknya Yukari
bisa datang ke rumah Mai-chan.”
(TN: Yukari terkadang suka ngomong pake perspektif orang
ketiga, sama kayak di chapter 5)
"Itu sebabnya mari kita lakukan yang terbaik hari
ini?" kata Yukari-chan sambil memiringkan kepalanya. Perasaanku
tergerak dengan hatinya yang murni.
“Yukari-chan…!!”
Saat aku dan Yukari-chan saling berpelukan, Iwai
mengeluarkan suara tidak senang. "Oi," dia memanggil kami,
"jika kau tidak menggerakkan tanganmu, ini tidak akan pernah
berakhir."
"Iya, iya."
Setelah menjawab, kami melanjutkan pekerjaan. Hari ini
kakakku memiliki kelas percakapan bahasa Inggris online di kamarnya, dan
sepertinya dia akan bergabung dengan kita setelahnya.
“Ngomong-ngomong, sepertinya pembunuhnya adalah seorang
pria.”
Setelah beberapa saat, Iwai bergumam dengan ketegangan yang
luar biasa. Kau dapat melihatnya dengan menonton berita. Namun, dia
terus berbicara seolah melihat kembali tatapan curigaku dan Yukari-chan.
“Korbannya selalu perempuan. Dan selain itu, dia
sepertinya bisa mengendalikan bola api.”
"Bola api?"
“Insiden itu terjadi cukup dekat dengan kita tempo hari,
kan? Ada seorang kakek di dekat situ, yang mengaku menyaksikannya.”
Apakah ada hal yang tidak ilmiah semacam itu? Tapi itu
agak bodoh, dan aku merasa sedikit kurang khawatir bahwa kakaku mungkin
terlibat. Tidak ada setting tak terduga seperti Makoto Kurobe yang bisa
mengendalikan bola api.
“Oh, ada Yukari-chan dan Iwai-kun?”
Saat aku sedang berbicara, pintu ruang tamu terbuka dan
ibuku yang sedang bekerja di kamarnya keluar. Selain Iwai, Yukari-chan
sering datang ke rumahku. Semua sutra di pemakaman kakek dan nenek dari ibuku
dibuat oleh ayah Yukari-chan, jadi keluarga kami memiliki hubungan dengan
keluarga Yukari-chan.
“Kalian berdua telah tumbuh lebih tinggi, bukan? Itu
samar karena kalian sedang duduk, tetapi aku bisa melihat kalau kalian telah
tumbuh lebih baik setiap kali aku bertemu dengan kalian. Ini luar biasa.”
Yukari-chan menjawab dengan, “Aku mungkin tidak akan tumbuh
lebih dari ini,” sementara Iwai menjawab dengan, “Aku akan tumbuh lebih lagi!” Pintu
ruang tamu terbuka lagi saat aku menyaksikan percakapan di antara mereka.
"Oh, Bu, kau disini ... Apakah kau punya waktu
sekarang?"
"Apa ada masalah?"
Kakakku terlihat bermasalah dengan kamera di
tangannya. Dia sepertinya sangat menyukai kamera sehingga dia mulai
membawanya ke sekolah. Dia bahkan meletakkannya di mejanya saat pertemuan
osis, itu bukan smartphone jadi tidak apa-apa.
“Sepertinya tidak ada cukup ruang. Ada video perjalanan
keluarga, jadi aku tidak tahu harus berbuat apa… Sepertinya itu tidak bisa
digunakan sebagai webcam kecuali terdapat sejumlah ruang… Ah.”
Kakakku melihat ke arah kami dan menambahkan, “Aku akan
bergabung dengan kalian nanti”. Sementara aku mengucapkan terima kasih,
mataku terpaku pada satu tempat.
Kamera kakakku, bagian lensanya menyala merah. Seolah-olah
ingin menginformasikan rekamannya, cahayanya bersinar terik. Melihat
cahaya yang kuat dan tajam, aku teringat kata-kata yang diucapkan Iwai tadi.
––
Pembunuhnya sepertinya bisa mengendalikan bola api.
Bola api itu adalah kameranya… Seorang lelaki tua yang tidak
terbiasa dengan kamera melihatnya, jadi dia hanya menganggapnya sebagai bola
api… Namun, jika kau menggunakannya sebagai webcam, apa gunanya membawa kamera
meskipun kamu punya smartphone?
Perlahan, aku menoleh ke arah kakakku. Aku bisa melihat
bagian dalam matanya yang gelap seperti biasanya, tapi hari ini itu terlihat
lebih menakutkan.
<<>><<>><<>>-:<<>>:-<<>><<>><<>>
Apakah kalian tertarik, kalau tertarik.
Silahkan upvote agar saya tetap semangat buat update chapter baru.
Jika ingin donasi ke saya pribadi bisa dengan trakteer.id/alfa1278
Terimakasih udah baca.
~Alfa~
<<>><<>><<>>-:<<>>:-<<>><<>><<>>
0 Komentar
Stay with Liscia Novel #Romcom