Amalia bergegas kembali kerumah setelah membeli sekaleng
kecil teh yang berisi tiga macam teh.
Dalam perjalanan, dia hampir saja pergi ke penginapan
daripada rumah dimana Yugo menunggunya, jadi dia dengan cepat mengubah arahnya
dan pulang kerumah, lalu menemukan Yugo sedang duduk di kursi di ruang tamu
menunggunya.
“Selamat datang, Bunda. Apakah kau berhasil membeli beberapa
teh?”
(TN: Kenapa gw terngiang suara Vtuber yang gw tonton)
“Ya, aku sudah membelinya, yang sudah siap dibuat. Aku
akan menyeduhnya sekarang, apa kau mau meminumnya?”
“Minum!”
Amalia pergi ke dapur, sambil tersenyum ketika mengintip
Yugo mengangkat tangannya dan berseru.
Di lemari dapur, terdapat sebuah ketel kecil. Itu mampu
menampung air yang cukup untuk perempuan dan anak-anak meminum secangkir teh,
dan airnya dapat matang dengan cepat.
Rumahnya sudah cukup rapi saat ini, tapi Bruno dan
teman-temannya juga telah membersihkan rumah ini agar dapat ditinggali oleh
penghuni baru. Amalia memasukkan beberapa kayu bakar dari gudang, berpikir
kalau itu akan lebih mudah untuk membuat api.
“Bunda, apa yang kamu lakukan?”
Yugo mengintip kearah Amalia, yang mana sedang berjongkok,
sambil mengesek batu api.
“Bukankah kamu seharusnya menyeduh teh?”
“Aku memerlukan api untuk membuat teh.”
“Api? Bukankah kita hanya harus menyalakannya di kayu itu?”
“Itu benar, tapi---“
“Hyah!”
Yugo menghempaskan ujung jarinya kearah kayu di dalam
tungku. Dan dengan seruan imutnya, ujung jarinya bersinar merah.
Swoosh! Sebuah percikan api muncul di atas kayu bakar dengan
suara, dan Amalia jatuh terduduk karena terkejut.
“Whoa! Sihir api!”
“Itu benar. Aku bisa melakukan ini.”
Yugo senang karena telah mengejutkan Amalia, dan dia
tampaknya bangga dengan dirinya sendiri.
‘...Oh, aku mengerti.
Naga cahaya tidak hanya bagus dalam sihir cahaya, tapi mereka juga bisa
menggunakan sihir dengan atribut lain hingga batas tertentu.’
Sejak dia tahu kalau Yugo baik dalam sihir cahaya, dia
berpikir kalau itu akan bagus jika dia dapat membantu pencahayaan ketika
gelap gulita, namun tampaknya Yugo bisa melakukan sesuatu yang lebih dari apa
yang ia pikirkan.
Amalia menanyainya sambil meletakkan ketel dia atas pemanggang, berterimakasih padanya,
“Apakah Yugo bisa menggunakan berbagai macam sihir?”
“Biasanya seperti itu. Oh, tapi kami tidak bisa menggunakan
white magic.”
“Tidak bisa menggunakannya sama sekali?”
“Ya. Kami naga dan iblis lebih berbakat dalam black magic
daripada manusia. Tapi white magic hanya dapat dipakai oleh seseorang yang
tinggal di dunia ini.”
“Hmm...Aku penasaran kenapa.”
“Aku tidak tahu kenapa... mungkin itu karena kami bagus
dalam menyakiti mahluk lain, tapi kami tidak punya konsep untuk menyembukan
mahluk lain.”
Meskipun Yugo menceritakan kisah itu dengan jelas,
ekspresinya tampak sedikit sedih.
Dia tidak yakin kehidupan macam apa yang di jalani naga dan
iblis di Dunia Iblis, tapi meskipun menjadi “Naga termuda”, Yugo tidak
membicarakan tentang keluarganya ataupun Dunia Iblis. Dia bertanya-tanya apakah
Yugo mungkin sedikit tertarik dengan hubungan keluarga, tapi dia dengan senang
memanggil Amalia “Bunda”.
‘Aku yakin kalau
hubungan orang tua-anak bagi iblis pasti sepenuhnya berbeda dari kami’
Fakta kalau mereka baik dalam black magic namun tidak
memiliki bakat dalam white magic mungkin saja berpengaruh besar dengan cara
mereka hidup dan berhubungan satu sama lain.
Api yang Yugo percikan telah terbakar dengan baik, dan
tampaknya itu lebih cepat matang dari yang dia kira.
“Bunda, aku ingin membantumu.”
“Terima kasih. Kalau begitu, ayo kita buat tehnya sekarang.”
Itu adalah teko biasa yang tidak khusus untuk teh, jadi dia
memberi Yugo sebuah sendok dan memberitahunya perbedaan antara “sendok teh” dan
“sendok makan,” lalu menyuruhnya menyendok beberapa daun teh sesuai dengan
petunjuk pada label.
“Apakah ini dapat diminum? Ini terlihat seperti sampah.”
“Yah, mereka hanya terlihat seperti daun kering. Sekarang,
ambil dengan sendok."
Ketika Amalia Mengulurkan gelasnya, mata Yugo tampak seperti
sepasang piringan dan bibirnya di tekan bersamaan saat dia dengan hati-hati
menaruh daun teh kedalam ketel. Tangannya sedikit gemetaran, tapi dia merasa
benar-benar senang ketika dia dapat menaruh takaran teh yang tepat dan
menyaringnya dengan benar.
Airnya baru saja mendidih, jadi dia dengan cepat
menuangkannya ke dalam ketel. Ketel itu terbuat dari keramik, jadi kau tidak akan dapat melihat isinya dari luar, namun Yugo yang sedang duduk di pinggir
meja,menatap ketel saat itu membuat suara mendesis.
Sayangnya, dia tidak dapat menemukan jam pasir, jadi dia dan
Yugo menghitung waktu bersama-sama dengan keras. Yugo tampaknya tidak mengerti
bilangan waktu ataupun bilangan besar, tapi dia masih tetap terlihat menikmati
untuk mengikuti suara Amalia. “Ji ~yuuhachi, -ju kyu, -ju!*” Yugo berhitung
dengan senyum di wajahnya.
(TN: dia bilang “Delapan belas~, sembilan belas, sepuluh”
delapan belasnya lebih panjang dikit)
Ketika waktunya tiba, dia dengan hati-hati menuangkan teh kedalam cangkir yang sebelumnya telah di
panaskan dengan air panas. Dia mencoba sebisa mungkin untuk berhati-hati, tapi
karena ini bukanlah ketel khusus teh, masih terdapat sedikit daun teh yang
mengambang di cangkir, jadi dia mengambilnya dengan sendok.
“Baik, ini sudah siap. Bagaimana baunya?”
“...Baunya tidak terlalu manis.”
“Apakah kau suka manis, Yugo? Aku akan membeli madu lain
kali, jadi tolong bersabar dengan ini terlebih dahulu.”
“Tidak, itu baik-baik saja.”
Dengan menggelengkan
kepalanya, Yugo membawa cangkir mereka berdua dengan nampan ke ruang
tamu.
Cangkir di letakkan di atas meja yang tadi telah
dibersihkan, Amalia duduk di sofa dengan Yugo di pangkuannya. Kursi untuk Yugo
masih belum ada saat ini.
“Baiklah, hati-hati, itu panas.”
“Aku adalah naga. Jadi itu bukanlah masalah untukku.”
Yugo berkata dengan bangga, lalu meminum teh panas sekali
teguk saat dia mengatakannya.
Terlihat jelas kalau ketahanan panas miliknya memang benar
adanya, dan bukanlah gertakan. Saat Amalia meminum cangkir miliknya, Yugo
menghisap cangkirnya dan menggumamkan “Mnn.”
“Itu cukup pahit.”
“Ya, memang. Tapi terdapat aroma manis bersamaan dengan rasa
pahitnya.”
“...Maaf, aku tidak benar-benar paham. Tapi itu membuatku
merasa hangat dan senang.”
Yugo menggeliat di pangkuannya dan melihat Amalia dengan
tersenyum. Senyuman bagaikan malaikat itu menurunkan kewaspadaannya, tangannya
gemetar saat dia memegang cangkirnya.
Meskipun dia tampaknya tahan terhadap panas, pipi Yugo
sedikit berwarna merah, dan dia kelihatan senang dan rileks.
“Teh itu pahit, tapi itu membuat dadaku merasa hangat.”
“Bagus. Aku akan membuatkanmu lagi.”
Tentu saja, teh siap pakai memang enak, tapi dia lebih suka untuk membuat miliknya sendiri, seduhan dari herbal dan buah yang dapat Yugo nikmati.
<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>
This is long chapter like always.
Silahkan upvote agar saya tetap semangat buat update chapter baru.
Terimakasih udah baca.
~Alfa~
<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>
Sebelumnya | Daftar isi |
0 Komentar
Stay with Liscia Novel #Romcom