Rencana Amalia dan Yugo untuk menetap berjalan dengan mulus.
Bruno bertanya kepada Amalia, “Kenapa kau tidak menjadi
penduduk saja?” Tapi daripada menjadi penduduk asli, hingga seterusnya, dia
memutuskan untuk menjadi “seorang white magician pengembara yang menetap di
Polk” sebagai statusnya.
Meski begitu, jika mereka ingin tinggal di desa ini, mereka
membutuhkan tempat dimana Amalia dapat merawat orang yang terluka. Itu
adalah rumah yang cukup baik, dimana seorang pria, yang sebelumnya tinggal
disana hingga akhir bulan lalu, menikah dan pindah keluar, jadi dia dan Yugo
memutuskan untuk menetap disana.
“Furnitur di tempat ini pada dasarnya untuk satu orang, tapi
furnitur untuk Yugo bukanlah masalah besar. Kau dapat mengatur perabotan sesuai
yang kamu inginkan, jadi kalian, ibu dan anak, bisa hidup lebih nyaman.”
“Terima kasih untuk segalanya.”
“Tak perlu khawatir tentang itu. Sebagai gantinya, jika seseorang
terluka, kau harus bekerja keras.”
Bruno tertawa setelah memandu Amalia mengelilingi rumah
kosong dan mengelus rambut Yugo, ketika dia pergi. Yugo kelihatannya memaafkan
tindakannya dengan caranya sendiri lalu berkata, “Sampai jumpa lagi, kakek,”
dengan penampilannya yang luar biasa sebagai anak-anak.
Rumah itu merupakan bangunan dua tingkat, dengan dapur,
ruang tamu, dan ruang penyimpanan yang berada di lantai pertama. Tapi hanya
terdapat satu kamar tidur di lantai kedua. Itu menyedihkan karena tidak
terdapat terlalu banyak furnitur disini, tapi pria yang sebenarnya tinggal
disini merupakan seorang mercenary yang mengabdikan hidupnya kepada
guild, jadi dia lebih banyak menghabiskan waktunya diluar daripada dirumah.
“...tidak terlalu banyak perabotan memasak disini. Kuharap
aku dapat mendapatkan mereka dengan harga yang terjangkau.”
“Apakah Bunda bisa memasak?”
(TN: Gw liat Vtuber ngomong 'bunda' dan kayaknya cocok, jadi mulai sekarang 'ibu' diganti jadi 'bunda')
Amalia tersenyum dan mengangguk ketika Yugo bertanya padanya
saat dia sedang berdiri di dapur untuk memeriksa perabotan.
“Yah, sedikit. Aku
lebih pandai dalam menyeduh teh daripada memasak, kukira.”
“Teh?...ah, itu adalah apa yang orang minum ketika mereka memakan
nasi.”
Yugo memiringkan kepalanya dengan malu-malu. Rambut pirang
halusnya mengikuti gerakannya dengan mudah, menggelitik kulit putihnya.
“...setelah dipikir-pikir, Yugo tidak terlalu banyak meminum
air. Apakah ras naga tidak perlu untuk tetap terhidrasi?”
“Tidak, kelihatannya kebutuhan air yang diperlukan itu
tergantung pada spesies. Aku tidak perlu minum terlalu banyak air karena aku
merupakan naga cahaya, tapi kelihatannya naga air akan dalam bahaya besar jika
mereka terlalu lama berada di daerah yang kering, dan naga api tidak perlu
meminum air.”
“...Naga cahaya?”
“Ya, itu adalah jenisku. Kau lihat betapa emasnya sisikku terlihatkan? Itu adalah tanda dari naga cahaya, dan kami baik dalam sisir cahaya.”
“Apa? Kau bisa menggunakan sihir cahaya!”
Dia mengeluarkan seruan keterkejutan dan mulai menatap
kearah bocah laki-laki yang duduk di lantai di atas kakinya.
Terdapat beberapa ras untuk setiap atribut naga, dan apa
yang Yugo katakan sebelumnya, ada nama-nama tidak asing seperti “Naga air” dan
“Naga api” yang menunjukkan atribut mereka.
Walaupun beberapa orang dari mereka berlatih sihir terkait dengan atribut mereka,
hanya ada beberapa orang yang dapat menguasai sihir cahaya, dan itu dapat
dikatakan sama dengan iblis. Sedari awal, hanya beberapa iblis yang
terlahir di Dunia Iblis yang kemampuan cahaya-- dia yakin itu tertulis di buku yang berada di
perpustakaan guild.
“Yah, aku kelihatannya telah dilahirkan sebagai naga cahaya,
dan jika kau melihat warna ini, kau bisa mengatakan kalau atributku adalah
cahaya, bukan begitu?”
“...Tidak, tidak, aku minta maaf, aku tidak menyadarinya.”
“Tak apa, karena juga aku tidak peduli. Orang guild yang
memberitahu Bunda untuk mengalahkanku mungkin saja juga tidak tahu tentang
rasku. Oh, tapi ketika aku dalam wujud ini, aku akan lebih lemah daripada
ketika aku menjadi naga, tapi aku masih bisa menggunakan sihir dengan normal, jadi jika seseorang mencoba mencari masalah
dengan Bunda, aku akan menggunakan sihirku kepada mereka!”
Mata emas Yugo bersinar saat dia berbicara dengan
bersemangat, tapi sebagai ras langka dari naga cahaya, Amalia khawatir kalau
“Yeah!” miliknya akan menyebabkan bumi terbelah dan gunung hancur.
...itu adalah ide bagus.
(TN: Hah! Gimana, gimana?)
“Sebagai naga cahaya, kau tidak terlalu membutuhkan minum,
dan tentu saja kau tetap tidak tahu konsep teh.”
“Kupikir tidak. Hey, apa itu teh?”
Mungkin karena tertarik, Yugo melihat ke arah Amalia dengan
mata berbinar. Walaupun Yugo dapat dengan lancar menggunakan ekspresi formal
dan tahu kata-kata yang sulit, dia tidak akrab dengan sesuatu yang berhubungan
dengan kehiduan manusia. Meskipun itu adalah hal yang tidak penting untuk
Amalia itu akan tetap menarik perhatiannya, untuk bertanya, “Apa itu?” “Apakah itu
enak?” itu benar-benar menggemaskan untuk dilihat.
‘...Yeah, itu memang
benar. Dia kelihatannya hanya perlu meminum sedikit air, tapi tetap saja aku
ingin membuatkan teh untuknya.’
Dia melihat sekeliling.
Di rumah ini kelihatannya tidak ada satupun teko teh, yang
mana memang tidak cukup banyak perabotan di tempat ini sejak awal. Mungkin dia dapat
mencari panci dan ceret untuk memasak air, tapi untuk membuat secangkir teh
yang bagus, dia membutuhkan peralatan khusus.
‘Aku memilikinya
ketika aku pergi keluar saat mengembara, tapi aku meninggalkannya di guild
ketika aku mendaki Gunung Naga...’
Teh buatan Amalia diterima dengan baik oleh Alphonse dan
yang lainnya, setidaknya untuk enam bulan pertama atau lebih, dia secara aktif
membuat teh di penginapan. Walaupun, semenjak posisi Amalia memburuk, dia tidak
lagi memiliki waktu untuk melakukan hobi membuat tehnya.
Dan ketika dia menerima permintaan untuk mengalahkan naga
emas, Amalia meninggalkan semua peralatan dalam tasnya agar itu tidak
mengganggunya saat mendaki.
Registrasi Amalia sudah pasti telah di tolak lima tahun
lalu, jadi sudah sewajarnya kalau perabotan teh miliknya yang telah dia
percayakan pada mereka sudah dibuang. Kualitasnya tidak terlalu tinggi, tapi itu
bagus dan tahan lama dari penampilannya, jadi itu merupakan sesuatu yang
semurna untuk dibawa bepergian.
“Aku akan senang untuk membuatkan Yugo secangkir teh, tapi
aku tidak memiliki peralatannya... jika tak apa untukmu, kenapa kau tidak
mencobanya nanti?”
“Ya! Teh seduhan Bunda, aku ingin meminumnya!”
Melihat Yugo seperti ini, yang terlihat betul-betul
bahagia, dia mulai melupakan kalau anak laki-laki ini merupakan naga raksasa.
Disini tidak terdapat perabotan untuk membuat teh, tapi daun
teh dijual di toko serba ada. Setelah membersihkan rumah dan menata
barang-barang miliknya dengan Yugo, Amalia meninggalkan dia rumah dan pergi ke
pasar sedirian setelah dia berkata, “Kupikir aku mungkin sedikit mengantuk...”
dan mulai tertidur.
...
“Ah, Amalia. Bagaimana dengan rumahnya?”
“Itu sangat bersih dan lebih dari cukup untukku dan Yugo tinggal bersama di dalamnya.”
Bruno sudah kembali bekerja di tokonya, jadi Amalia dengan
cepat membeli daun teh yang dia nutuhkan.
Ketika dia mendengar kalau hobi Amalia adalah membuat teh,
dia menaikkan matanya dan bergumam, “Peralatan minum teh...”
“Kami telah menjual daunnya, tapi bukankah kau ingin
mengukus herbalmu sendiri daripada hanya menggunakan daun teh yang sudah jadi?”
“Ya, tapi aku membutuhkan teko khusus untuk itu, jadi aku
igin membelinya segera!”
“Baiklah. Lain kali ketika pedagang datang, aku akan
menanyakannya tentang itu. Aku berharap kau dapat menggunakan apa yang kami
punya saat ini hingga pedagang datang.”
“Tak masalah. Terima kasih, Bruno.”
Dia akan sangat bersyukur jika dia dapat berbicara langsung
dengan pedagang. Bagaimanapun juga, Amalia sangat teliti tentang teh buatannya
dan menginginkan agar dia dapat menyeduhnya dari awal, tapi hingga dia
mendapatkan perlengkapan yang cocok, dia hanya dapat menggunakan daun teh yang sudah
jadi untuk sementara.
Bruno membawakan tiga buah kaleng berisi teh. Semuanya
merupakan daun teh yang tak terlalu mahal dan biasa digunakan oleh penduduk
Leandra, dan Amalia sudah sangat sering meminum mereka.
“Ini merupakan tiga jenis daun teh yang kami biasanya miliki
di rumah. Aku tidak perlu menjelaskan kepadamu karakteristik masing-masing dari
mereka, bukan begitu?”
“Ya, aku telah meminum mereka berkali-kali sejak aku masih
kecil.”
Amalia mengambil salah satu kaleng dan melihat lbelnya untuk
memastikan itu adalah produk yang asli. Kelihatannya itu telah di awetkan
dengan baik, dan daun teh di dalamnya tidak terlihat basah.
<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>
Silahkan upvote agar
saya tetap semangat buat update chapter baru.
Terimakasih udah baca.
~Alfa~
<<>><<>><<>><<>>-:<>:-<<>><<>><<>><<>>
0 Komentar
Stay with Liscia Novel #Romcom